Pages

Subscribe:

Senin, 09 Januari 2012

PENGELOLAAN KELAS

A. PERAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas. Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran. Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu maka setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran.
Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam menunjang proses pembelajaran yang optimal. Peran guru sangat besar dalam pengelolaan kelas, karena guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas, karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan siswa dengan segala latar belakangnya. Dalam kaitannya dengan tugas pengelolaan kelas ada beberapa peran guru yang harus dilakukan sebagai berikut:
  1.  Peran Guru Sebagai Pengajar (Instructional)
Peran ini mewajibkan guru menyampaikan sejumlah materi pelajaran yang berupa informasi, fakta serta tugas dan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk itu guru harus menguasai materi pelajaran, metode mengajar dan teknik-teknik evaluasi. Dalam peran ini guru dianggap sebagai sumber informasi dan sumber belajar utama. Oleh karena itu guru harus selalu menambah dan memperluas wawasannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang saat ini.
Dalam melaksanakan perannnya sebagai pengajar hal-hal yang harus dilakukan oleh guru adalah menyusun program pengajaran, membuat persiapan mengajar, menyiapkan alat peraga, merencanakan dan menyiapkan alat evaluasi, mengatur ruang kelas dan tempat duduk siswa.
  1. Peran Guru Sebagai Pendidik (Educational)
Selain ditugaskan sebagai pengajar guru juga diberikan tugas sebagai pendidik yaitu mengantarkan siswa menjadi manusia dewasa yang cerdas dan berbudi luhur. Dalam hal ini peranan guru dalam pembentukan sikap, mental dan watak sangat dominan. Dalam arti kata lain guru akan diposisikan menjadi orang tua kedua yaitu pengganti orang tua siswa di sekolah. Oleh sebab itu guru harus memperhatikan siswa terutama sikap, tingkah laku, ketertiban dan kedisiplinannya. Disamping itu guru juga harus bisa mengkondisikan dirinya sebagai panutan bagi semua siswa yang dididiknya. Seperti kata pepatah “guru kencil berdiri murid kencing berlari”
  1. Peran Guru Sebagai Pemimpin (Managerial)
Peran ini bukan saja pada saat proses belajar mengajar berlangsung tetapi juga sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung. Guru adalah pemimpin dan penanggung jawab utama di kelasnya. Oleh karen aitu yang terjadi di kelas dan yang berkaitan dengan siswa secara langsung atau tidak langsung menjadi tanggung jawab guru. Sehubungan dengan itu guru harus banyak tahu tentang latar belakang siswa-siswanya, baik segi sosial, ekonomi maupun budaya.Sebagai pemimpin kelas guru harus mengadakan hubungan dengan sekolah lain, masyarakat sekitar termasuk dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkunganya. 
B. PENGORGANISASIAN SISWA
a. Pembelajaran secara individual
         Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran  klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. pada pembelajaran individual, guru memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru memberi bantuan individual secara umum. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran, (ii) siswa sebagai subjek yang belajar, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran, serta (v) orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran.
a.       Tujuan pengajaran pada pembelajaran secara individual
·         Pemberian kesempatan dan keluwesan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri, dalam pengajaran klasikal guru menggunakan ukuran kemampuan sendiri.
·         Pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
b.      Siswa dalam pembelajaran secara individual
Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pebelajar merupakan pusat layanan pengajaran. Berbeda dengan pengajaran klasikal, maka siswa memiliki keleluasaan berupa (i) keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri, (ii) kebebasan menggunakan waktu belajar; dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya, (iii) keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang ditetapkan, (iv) siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar, (v) siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta (vi) siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
c.       Guru dalam pembelajaran secara individual
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa (i) perencanaan kegiatan belajar, (ii) pengorganisasian kegiatan belajar, (iii) penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan (iv) fasilitas yang mempermudah belajar.
Peran guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir dan menjadi fasilitator belajar. Peran guru sebagai berikut: (i) memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, (ii) membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan, (iii) mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber, (iv) membagi perhatian pada sejumlah pebelajar, menurut tugas dan kebutuhan pebelajar, (v) memberikan balikan terhadap setiap pebelajar, dan (vi) mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja; unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan evaluasi kemajuan belajar.
d.      Program pembelajaran dalam pembelajaran individual
Program pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan pebelajar, program pembelajaran individual lebih efektif, sebab siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri. Dari segi guru, yang terkait dengan jumlah pebelajar, tampak kurang efisien. Dari segi usia perkembangan pebelajar, maka program pembelajaran individual cocok bagi siswa SLTP ke atas. Dari segi bidang studi, maka tidak semua bidang studi cocok untuk diprogramkan secara individual.
e.       Program dan tekanan utama pelaksanaan
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan individu.
b. Pembelajaran secara kelompok
1. Tujuan pembelajaran pada kelompok kecil
  • Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
  • Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan.
  • Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan
  • Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keterpimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan  masalah kelompok. 2. Siswa dalam pembelajaran kelompok kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan kohesif. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ini timbullah rasa bangga dan rasa “memiliki” kelompok pada tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
3.      Guru sebagai pembelajar dalam pembelajaran kelompok
Pembelajaran kelompok bermaksud menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar meningkat. Dalam pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bermutu diharapkan menjadi lebih banyak.
Peran guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari (i) pembentukkan kelompok, (ii) perencanaan tugas kelompok, (iii) pelaksanaan, dan (iv) evaluasi hasil belajar kelompok. 
c. Pembelajaran  secara klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal ini disebabkan oleh pengajaran kalsikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu ada jumlah minimum siswa dalam kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar dari 10 – 45 orang.
1.       Pembelajaran dengan strategi ekspositori
Perilaku mengajar dengan strategi ekspositori juga dinamakan model ekspositori. Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah “memindahkan” pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada siswa.
2.      Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengelola pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai. Model pengajaran inkuiri merupakan pengajaran yang terpusat pada siswa. Dalam pengajaran ini siswa menjadi aktif belajar. Tujuan utama model inkuiri adalah mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah.


Sabtu, 07 Januari 2012

HAKIKAT ANAK DIDIK



A.    HAKIKAT ANAK DIDIK SEBAGAI MANUSIA
1.      Pandangan Psikoanalitik
Brend mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu seseorang itu terdiri dari tiga komponen yakni: id, ego dan super-ego.
Id atau Das Es adalah aspek biologis kepribadian yang orisinil. Id meliputi berbagai insting manusia yang mendasari perkembangan individu. Dua insting yang penting adalah insting seksual dan agresi.
Ego atau das ich merupakan aspek psikologis ke pribadian yang timbul dari kebutuhan organisme untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realistis.
Super-ego atau das uber ich adalah apek sosiologis kepribadian yang merupakan wakil nilai-nilai serta cita-cita masyarakat menurut tafsiran orang tua kepada anak-anaknya, yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Super-ego lebih merupakan hal yang bersifat ideal dari pada hal yang riil, lebih merupakan kesempurnaan dari pada kesenangan.
Dalam dinamika dan realitas kehidupan pribadi, id lebih cendrung pada nafsu, sedangkan super-ego lebih cendrung kepada hal-hal yang moralis. Kemudian agar tercipta keseimbangan hidup, maka id dan super ego harus dijembatani hal yang bersifat realistik, yakni ego/ das ich.
2.      Pandangan Humanistik
Rogers, tokoh dari pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Manusia adalah individu dan menjadi anggota masyarakat yang dapat bertingkah laku secara memuaskan.
Kemudian Adler yang juga pendukung pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan untuk memuaskan kebutuhan dirinya sendiri, tetapi manusia digerakkan dalam hidupnya sebagian oleh rasa tanggung jawab sosial dan sebagian lagi oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
3.      Pandangan Martin Buber
Manusia merupakan suatu data keberadaan yang berpotensi, namun diharapkan pada kesemestaan alam, sehingga, manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang esensial, tetapi keterbatsan faktual.
4.      Pandangan behavioristik
Pandangan dari kaum behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
Hakikat anak didik adalah manusia dengan segala dimensinya seperti diuraikan melalui berbagai pandangan tentang manusia seperti di atas. Manusia adalah sentral dalam setiap aktivitas. Oleh karena dalam kegiatan belajar, manusia adalah subjek belajar.
Dari ke empat pandangan manusia tersebut ada beberapa pengertian pokok yang sangat relevan untuk memahami hakikat anak didik sebagai subjek belajar. Pengertian-pengertian pokok itu adalah sebagai berikut:
a.       Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya.
b.      Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.
b.      Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya sendiri.
c.       Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, akan berkembang terus.
d.      Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik.
e.       Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan. Tetapi potensi itu bersifat terbatas.
f.       Manusia adalah makhluk tuhan, yang sekaligus mengandung kemungkinan “baik” dan “buruk”.
g.      Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang dipelajari.
B.     ANAK DIDIK SEBAGAI SUBJEK BELAJAR
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Didalam proses belajar-mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik itu akan menjadi faktor “penentu” sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Pandangan yang menganggap siswa atau anak didik itu sebagai objek, sebenarnya pendapat usang yang terpengaruh oleh konsep tabulasi bahwa anak didik diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulisi sekehendak hati oleh para guru/pengajarnya. Dalam konsep ini berarti siswa hanya positif seolah-olah “barang”, terserah mau diapakan, mau dibawa ke mana, terserah kepada yang akan membawanya/guru. Sebaliknya guru akan sangat dominan, ibarat raja di dalam kelas.
C.    KEBUTUHAN SISWA
1.      Kebutuhan jasmaniah
Hal ini berkaitan dengan tuntutan siswa yang bersifat jasmaniah, entah yang menyangkut kesehatan jasmani yang dalam hal ini olahraga menjadi materi utama. Disamping itu kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan, minum, tidur, pakaian dan sebagainya, perlu mendapat perhatian.
2.      Kebutuhan sosial
Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan berpartisipasi dengan lingkungan, seperti misalnya bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin, suku bangsa, agama, status sosial dan kecakapan.
3.      Kebutuhan intelektual
Ada beberapa hal developmental tasked yang harus dipenuhi oleh setiap individu manusia subjek belajar.
a.       Memahami dan menerima baik keadaan jasmani
b.      Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman sebayanya.
c.       Mencapai hubungan yang lebih “matang” dengan orang dewasa.
d.      Mencapai kematangan emosional.
e.       Menuju kepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan finansial.
f.       Mencapai kematangan intelektual.
g.      Membentuk pandangan hidup.
h.      Mempersiapkan diri untuk mendirikan rumah tangga sendiri.

D.    PENGEMBANGAN INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SISWA
Sudah populer di Indonesia bahwa tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya adalah ingin menciptakan “manusia seutuhnya”. Manusia seutuhnya adalah persona atau individu-individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan tuhan, dengan lingkungan/alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri. Persona atau individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpaku baik unsur akal pikiran, perasaan, moral dan keterampilan ( cipta, rasa, dan karsa), jasmani maupun rohani, yang berkembang secara penuh.
Karekteristik siswa adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Mengenai pembicaraan karakteristik siswa ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a.       Karakteristik atau keadaan yang berkenan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti misalnya kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor.
b.      Karakteristik yang berhubungan dengan latar-belakang dan status sosial.
c.       Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan lain-lain.
Adapun karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa:
1)      Latar-belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan.
2)      Gaya belajar.
3)      Usia kronologi.
4)      Tingkat kematangan.
5)      Spektrum dan ruang-lingkup minat.
6)      Lingkungan sosial ekonomi.
7)      Hamatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan.
8)      Intelegensia.
9)      Keselarasan dan attitude.
10)  Prestasi belajar.
11)  Motivasi dan lain-lain.
Disamping data atau keterangan-keterangan diatas, guru dalam perannya sebagai pendidik, pembimbing dan pengganti orang tua disekolah, perlu mengetahui data-data pribadi dari anak didiknya. Data-data pribadi itu misalnya saja:
1.      Keterangan pribadi, seperti nama, tanggal dan tempat lahir, alamat, jenis kelamin, nama orang tua/wali, kebangsaan, agama.
2.      Keadaan rumah seperti: pekerjaan orang tua, jumlah adik, pendidikan orang tua, agama orang tua, suasana rumah, status rumah ( menyewa, indikos, rumah sendiri).
3.      Kesehatan seperti penyakit-penyakit tertentu, cacat badan, kebiasaan hidup.
4.      Sifat-sifat pribadi.
Cara mendapatkan data atau keterangan mengenai keadaan dan karakteristik siswa antara lain sebagai berikut:
1.      Menggunakan berbagai jenis tes. Sebagai contoh misalnya tes penyelidikan penguasaan bahan pelajaran, bakat anak, tes penyelidikan watak anak.
2.      Melakukan observasi. Mengadakan pengamatan terhadap perilaku anak didik di dalam kelas, merupakan suatu langkah yang sangat baik untuk memperoleh data tentang pribadi dan tingkah laku setiap individu anak didik.
3.      Mengunjungi rumah. Kunjungan rumah dari guru ke orang tua murid/siswa, dapat mengungkap keterangan bagaimana keadaan latar belakang keluarga, mungkin juga soal keadaan sosial ekonomi siswa, bagaimana keadaan lingkungannya.
4.      Menggunakan angket. Untuk mengetahui data pribadi dan latar-belakang serta bakat dan minat dapat juga dilakukan dengan cara pengisian angket.
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.


SUMBER
Sardiman.2007.Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta:Raja Grafindo Persada


PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF SUMBER BELAJAR


 
A.    PENGERTIAN PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
B.     DASAR-DASAR PEMIKIRAN PENDEKATAN CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
1)      Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
2)      Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
3)      Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
4)      Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.
C.    HAKIKAT PENDEKATAN CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
  • Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
  • Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan.
  • Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap. Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.
Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
D.    PRINSIP-PRINSIP PENDEKATAN CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
ü  Dimensi subjek didik :
·         Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
·         Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
·         Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
·         Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
·         Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
ü  Dimensi Guru
·         Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
·         Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
·         Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
·         Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
·         Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
ü  Dimensi Program
·         Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
·         Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
·         Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
ü  Dimensi situasi belajar-mengajar
·         Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
·         Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
E.     RAMBU-RAMBU PENDEKATAN CBSA
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
  1. Berdasarkan pengelompokan siswa
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
  1. Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
  1. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan yang homogin dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
  1. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
  1. Berdasarkan domein-domein tujuan
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
·         Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
·         Domein afektif, aspek sikap.
·         Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah:
1) Keterampilan intelektual.
2) Strategi kognitif.
3) Informasi verbal.
4) Keterampilan motorik.
5) Sikap dan nilai.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar mengajar yang diperoleh. Dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan belajar mengajar, Ausubel mengemukakan dua dimensi, yaitu kebermaknaan bahan serta proses belajar mengajar dan modus kegiatan belajar mengajar. Ausubel mengecam pendapat yang menganggap bahwa kegiatan belajar mengajar dengan modus ekspositorik, misalnya dalam bentuk ceramah mesti kurang bermakna bagi siwa dan sebaliknya kegiatan belajar mengajar dengan modus discovery dianggap selalu bermakna secara optimal. Menurutnya kedua dimensi yang dikemukakan adalah independen, sehingga mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus ekspositorik sangat bermakna dan sebaliknya mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus discovery tetapi tanpa sepenuhnya dimengerti oleh siswa. Yang penting adalah terjadinya asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa.

SUMBER
Internet(http://nyongandikahendra.blogspot.com/2009/04/cara-belajar-siswa-aktif-cbsa.htm/diakses tanggal 07 Juni 2011 pukul 10.39 WIB)